Ketua PWI Lamtim Akan Laporkan Ke Polisi Penebar Hoax

0
422

BATANGHARI NUBAN : Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Timur (Lamtim) Musannif Effendi Yusnida SH MH akan melaporkan orang yang menebarkan informasi palsu atau hoax, Senin (26/7).

Sebelumnya beredar pesan berantai melalui WhatsApp tentang opini yang menyudutkan dan menebarkan informasi palsu serta hoax terhadap Ketua PWI Lamtim Musannif Effendi Yusnida SH MH, dirinya di tuduh mengadakan pesta dan tidak menerapkan protokol kesehatan. “Ada opini yang menyudutkan dan dapat dikatagorikan hoax, saya akan laporkan ke polres Lamtim,” tegas Fendi sapaan Ketua PWI Lamtim.

Acara tersebut merupakan Aqiqah sederhana tanpa tarub dan undangan, lalu foto yang beredar itu merupakan foto di dalam rumah untuk kenang-kenangan karena moment langka dan tidak dapat terulang.

“Di pesan berantai itu ada informasi hoax bahwa saya dituduh tidak menerapkan prokes, dalam berita hoax itu jelas sekali menyebut nama saya yang seolah olah ada hajatan besar besaran dan tidak pakai masker. Berita hoax harus kita perNgi bersama, apabila sesat informasinya maka akan berbahaya,” papar Fendi.

Menurut Fendi sebelumnya, dikediamannya di desa Kedaton kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lamtim telah di datangi tim gugus tugas kecamatan batanghari nuban yang terdiri dari camat, Kapolsek, Danramil (TNI), Puskesmas dan anggota tim gugus tugas Covid 19, pada hari Kamis 22 Juli 2021 sekitar pukul 10.00 WIB yang menghimbau dan melarang hajatan. Karena aqiqah tersebut bukan merupakan hajatan hal itu dibuktikan tidak adanya tarub ataupun undangan, maka aqiqah sederhana itu tetap diselenggarakan secara sederhana dan terbatas pada Minggu 25 Juli 2021. “Aqiqah anak saya itu tidak ada tarub dan undangan, aqiqah itu harus saya lakukan karena untuk melepas kewajiban saya sebagai orang tua yang mendapatkan anugerah titipan dari Alloh maka harus di doakan melalui aqiqah atau marhaban,” terang Fendi.

Ia melanjutkan, orang yang menebarkan informasi palsu atau hoax di dunia maya akan dikenakan hukum positif. Hukum positif yang dimaksud adalah hukum yang berlaku. Maka, penebar hoax akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial. Penebar hoax di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lin di luar KUHP.

“Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Jadi saya merasa dirugikan, oleh karena itu besok Selasa 27 Juli 2021 saya akan laporkan kejadian ini ke Polres Lamtim,” tutur Fendi.

Ujaran kebencian yang beredar itu bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap Musannif Effendi Yusnida SH MH baik secara individu atau kelompok yakni atasnama Lembaga PWI Lamtim

“Hoax ini sudah dilakukan di jejaring media sosial,” kata Fendi.

Ia menegaskan Penebar Hoax dijelaskan Dalam Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.

“Hoax atau berita bohong itu saya sebagai obyek yang dirugikan akan melaporkan hal ini ke pihak kepolisian dalam hal ini polres Lamtim sudah jelas dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Kalau berita-berita itu menimbulkan kebencian, permusuhan, dan mengakibatkan ketidakharmonisan di tengah masyarakat. Sanksinya hukuman (pidana penjara) selama enam tahun dan/atau denda Rp1 miliar,” tutup Fendi. (TIM)